Myspace LayoutsGet your layout at MyCustomProfile.com

Selasa, 06 November 2007

Puasa Ramadhan
Selama bulan Ramadhan, penganut agama Islam akan berpuasa setiap hari. Aktivitas muslim yang akan berpuasa dimulai dari sahur, yakni makan ringan sebelum waktu puasa (terbitnya fajar).[1] Setelah sahur, mereka yang berpuasa harus menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual antara suami-istri hingga tiba waktu berbuka yakni saat terbenamnya matahari. Saat berbuka (atau dikenal dengan istilah iftar), yang juga ditandai dengan masuknya waktu shalat maghrib, mereka yang berpuasa akan berbuka dengan kurma[2] atau air putih[3].
Dari Anas bin Malik ia berkata : “Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab (kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
Nabi Muhammad Saw berkata : “Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.”
Kurma adalah buah yang manis, mengandung sukrosa, glukosa dan fruktosa [4] yang merupakan karbohidrat sederhana sehingga mudah dicerna tubuh. Namun tidak semestinya berlebihan karena Rasulullah berbuka dengan hanya beberapa butir kurma.
Shalat tarawih
Pada malam harinya, tepatnya setelah shalat isya, para penganut agama Islam melanjutkan ibadahnya dengan melaksanakan shalat tarawih. Shalat khusus yang hanya dilakukan pada bulan Ramadhan. Shalat tarawih, walaupun dapat dilaksanakan dengan sendiri-sendiri, umumnya dilakukan secara berjama'ah di masjid-masjid. Terkadang sebelum pelaksanaan shalat tarawih pada tepat-tempat tertentu, diadakan ceramah singkat untuk memberkali para jama'ah dalam menunaikan ibadah pada bulan bersangkutan.
Turunnya Al Qur'an
Pada bulan ini di Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan, (terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai tanggal pasti turunnya Al Qur'an untuk pertama kalinya[5]) diperingati juga sebagai hari turunnya ayat Al Qur'an (nuzulul qur'an) untuk pertama kalinya oleh sebagian muslim. Pada peristiwa tersebut surat Al Alaq ayat 1 sampai 5 diturunkan pada saat Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira. Peringatan peristiwa ini biasanya dilakukan dengan acara ceramah di masjid-masjid.
Laylatul Qadar
Laylatul Qadar (malam ketetapan), adalah satu malam yang khusus terjadi di bulan Ramadhan. Malam ini dikatakan dalam Al Qur'an pada surat Al Qadar, lebih baik daripada seribu bulan. Saat pasti berlangsungnya malam ini tidak diketahui namun menurut beberapa riwayat, malam ini jatuh pada 10 malam terakhir pada bulan Ramadhan, tepatnya pada salah satu malam ganjil yakni malam ke-21, 23, 25, 27 atau ke-29. Sebagian muslim biasanya berusaha tidak melewatkan malam ini dengan menjaga diri tetap terjaga pada malam-malam terakhir Ramadhan sembari beribadah sepanjang malam.[6]
Umrah
Ibadah umrah jika dilakukan pada bulan ini mempunyai nilai dan pahala yang lebih bila dibandingkan dengan bulan yang lain. Dalam Hadits dikatakan "Umrah di bulan Romadhan sebanding dengan haji atau haji bersamaku." (HR: Bukhari dan Muslim).[7]
Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan khusus pada bulan Ramadhan atau paling lambat sebelum selesainya shalat ied. Setiap individu muslim yang berkemampuan wajib membayar zakat jenis ini. Besarnya zakat fitrah yang harus dikeluarkan per individu adalah satu sha' makanan pokok di daerah bersangkutan. Jumlah ini bila dikonversikan kira-kira setara dengan 3,1 liter atau 2,176 liter beras. Penerima Zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan (fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah zakat yang sangat kecil sementara salah satu tujuannya dikeluarkannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya.
Idul Fitri
Akhir dari bulan Ramadhan dirayakan dengan sukacita oleh seluruh muslim di dunia. Pada malam harinya (malam 1 syawal), yang biasa disebut malam kemenangan, mereka akan mengumandangkan takbir bersama-sama. Di Indonesia sendiri ritual ini menjadi tontonan yang menarik karena biasanya para penduduk (yang beragama Islam) akan mengumandangkan takbir sambil berpawai keliling kota dan kampung, terkadang dilengkapi dengan memukul beduk dan menyalakan kembang api.
Esoknya tanggal 1 Syawal, yang dirayakan sebagai hari raya Idul Fitri, baik laki-laki maupun perempuan muslim akan memadati masjid maupun lapangan tempat akan dilakukannya Shalat Ied. Shalat dilakukan dua raka'at kemudian akan diakhiri oleh dua khotbah mengenai Idul Fitri. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan acara saling memberi ma'af di antara para muslim, dan sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian aktivitas keagamaan khusus yang menyertai Ramadhan

Kamis, 04 Oktober 2007

Malam Se-1000 Bulan


Laylat al qadr secara harfiah diartikan malam penentuan atau malam kemuliaan. Secara metaforis disebut malam seribu bulan. Suatu malam permulaan Alquran diturunkan oleh Allah SWT. Peristiwa ini terjadi pada tahun 610 M. Ia merupakan satu di antara sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.
Karena alasan itu, sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sangat dimuliakan. Surah Al Qadr menerangkan, ''Kemuliaan itu melebihi seribu bulan ... malam yang diliputi kedamaian hingga terbit fajar.''
Para mufasir sepakat bahwa kehebatan malam al qadr sama dengan beribadah seribu bulan lamanya. Malam itu penuh berkah dan bermakna. Suatu nilai yang amat tinggi dan mulia dibanding malam dan bulan lainnya. Lafaz al qadr sengaja diartikan dengan malam penentuan dengan merujuk pada kata dasar al qadr yang berarti ketentuan atau keputusan.
Karena pada malam itulah ditentukan dan diputuskan turunnya Alquran ke bumi. Bahkan, malam itu menjadi momentum yang amat menentukan bagi mereka yang dekat dan ingat kepada Allah SWT.
Mengapa dalam banyak terjemahan, laylat al qadr diartikan malam kemuliaan? Boleh jadi para ahli berpandangan bahwa karena pada malam itu Allah SWT akan menurunkan segala keberkahan dan kesejahteraan buat umat manusia. Malam itu pun dipastikan menjadi mulia dan tinggi nilainya.
Saking mulianya malam itu, sehingga Allah SWT menyebutnya sebagai lebih mulia dan tinggi kualitasnya dari seribu bulan. Perbandingan metaforis ini memperlihatkan kebesaran dan keagungan laylat al qadr itu. Boleh jadi pula lafaz laylat al qadr disebut sebagai malam kemuliaan merujuk pada penamaan Kitab Alquran itu sendiri sebagai Al Kitab Al Karim yang berarti bacaan mulia. Sehingga, setiap momentum yang berkaitan dengan Kitab Suci ini disebut-sebut sebagai momentum kemuliaan.
Malahan dalam kehidupan kita sehari-hari, tanpa sadar kita sering bertemu dengan situasi yang mulia (laylat al qadr) tersebut. Situasi mulia ini amatlah menentukan kehidupan seseorang, maka ia disebut-sebut sebagai malam penentuan. Pada hakikatnya kita sering bertemu momentum-momentum tak terduga tapi mampu mengubah dan menentukan seluruh perjalanan sejarah hidup kita sebagai anak manusia. Bisa jadi momentum seperti itu hanya datang sekali seumur hidup. Ada juga orang mendapatkan momentum yang amat menentukan itu beberapa kali.
Namun, yang jelas tidaklah setiap pengalaman hidup manusia selalu bertemu dengan momen-momen kemuliaan itu. Karena itulah, laylat al qadr menjadi istimewa dan bernilai amat personal. Sebagai manusia, ingin sekali di malam penentuan ini kita bisa memperoleh tempat mulia dalam pandangan Allah SWT.
Kemuliaan itu kita peroleh setelah kita berjuang keras menjadi insan yang muhsin dalam setiap amal usaha yang kita lakukan.
Impian semua orang untuk memperoleh laylat al qadr tentu saja mulia dan terhormat, karenanya harus diwujudkan dalam aktivitas ibadah yang juga mulia dan terhormat. Bila itu sudah kita lakukan, insya Allah impian kita untuk mendapatkan 'penentuan' kehidupan yang baik dan mulia dari Allah SWT menjadi kenyataan.